Selasa, 07 Desember 2010

Teknologi Cinema 21

Artikel sebelumnya menceritakan bagaimana perkembangan digital cinema dewasa ini. Saat ini akan dibahas bagaimana dengan perkembangan bioskop yang harusnya juga mengikuti perkembangan dunia perfilman. Siapa yang tidak menyukai menonton film di bioskop yang di lengkapi dengan layar yang besar dengan sound yang baik? Semuanya menyukainya apalagi bioskop yang sudah dilengkapi dengan 3D makin membuat hidup setiap hal yang kita lihat pada layar tersebut. Seiring dengan perkembangan teknologi perfilman, maka teknologi bioskop pun harus semakin baik sehingga bioskop tidak tertinggalan dan akhirnya pun ditinggalkan oleh banyak orang. Biasanya yang dilakukan adalah menambahkan efek khusus yang membuat film lebih dramatis dan terlihat nyata. Tata warna dan cahayanya pun bisa di sesuaikan dengan si pembuatnya. Kalau kita selidiki perkembangan bioskop maka sosok seorang Robert Paul jangan sampai kita lupakan. 
Pada tahun 1895, Robert Paul mendemonstrasikan teknologi proyektor film di London. Alat itu membuat serangkaian gambar statis (still photo) yang disorot ke layar, yang serta-merta menjadi gambar hidup. Auguste dan Louis Lumiere juga mengambil bagian dalam hal ini. Mereka menciptakan alat cinema-tographe, yang merupakan modifikasi kinetoscope milik Thomas Alva Edison. Fungsi kinetoscope adalah melihat gambar bergerak dengan cara mengintip dari satu lubang. Lumiere membuatnya mampu memproyeksikan gambar bergerak sehingga bisa disaksikan lebih dari satu orang. Itulah salah satu dari sekian perkembangan bioskop yang sampai saat ini kita rasakan terutama di Indonesia. 

Dewasa ini, sudah semakin banyak perkembangan bioskop yang berkembang pesat, kita tengok bioskop Blitzmegaplex yang menjadi bioskop 3D yang pertama dengan menggunakan RealD pada bulan Juni 2009 lalu. Bioskop 21 (Cineplex 21 Group) tidak mau ketinggalan. Bioskop ini menjadi jaringan cineplex di Indonesia. Jaringan bioskop ini tersebar di beberapa kota besar di seluruh Indonesia yang didukung oleh teknologi tata suara Dolby Digital dan THX. Cinema 21 membuat 3 merek atau tempat bioskop yaitu Cinema 21, Cinema XXI, dan The Premiere. Cinema XXI hadir pertama kali di Plaza Indonesia Entertainment X'nter. Perbedaannya dengan Cinema 21 adalah terletak dari fasilitas yang disediakan seperti penggunaan sofa empuk di keseluruhan studionya, dan memiliki sertifikat THX untuk semua studionya. Karena perkembangan perfilman yang menggunakan 3D, maka beberapa Cinema XXI sudah mengaplikasikan teknologi Dobly Digital Cinema 3D. Adapula Premiere yang ditujukan bagi mereka yang bukan hanya menonton dengan fasilitas biasa tetapi dengan fasilitas mewah seperti adanya lobby khusus, kursi khusus seperti kelas bisnis di dalam pesawat, penyediaan selimut dan hal yang lainnya. The Premiere saat ini hadir di Supermal Karawachi, Senayan City, Pondok Indah, Emporium Pluit, Puri dan Gading. Itulah salah satu perkembangan teknologi bioskop yang mengikuti perkembangan perfilman saat ini.

Bioskop dulu menggunakan rol film. Rol Film adalah master copy dari film yang tengah beredar. Jika kalian pernah menonton film “Janji Joni” maka film tersebut menggambarkan secara jelas bagaimana ada seseorang yang mengerjakan bagian tertentu dalam pemutaran film di bioskop yaitu pengantar roll film. Maka dari ini perbedaan penayangan antara satu bioskop dengan bioskop lain tidak pernah sama jam penayanganya, paling tidak perbedaannya adalah setengah jam atau satu jam. Kita juga sering menggunakan VCD dan DVD untuk menonton film dengan menggunakan media televisi ataupun computer. VCD dan DVD menggunakan format MPEG-2 sedangkan pada bioskop format yang digunakan adalah CINEON dan DPX ( Digital Picture eXchange. Bila MPEG-2 mengkompresi frame demi frame menjadi pixel. 

 CINEON/DPX ini tidak mengkompresnya sama sekali. VCD menghabiskan ruang sebesar 700 MB, DVD menghabiskan ruang sebesar 4 GB. CINEON/DPX menghabiskan sekitar 1 Terabit (TB), untuk satu film saja. Perbandingannya, 1 TB = 1.024 GB = 1.048.576 MB. Perbandingan yang lebih sederhananya, 2 buah CD dapat menyimpan 1 judul filem dengan resolusi rendah, 1 buah DVD dapat menyimpan 3 judul filem dengan resolusi tinggi, dan 1 buah media dengan format CINEON/DPX dapat menyimpan lebih dari 200 judul filem setara dengan kualitas DVD. Jadi, untuk menyediakan satu judul film dengan format CINEON/DPX, tidak mungkin menggunakan media CD atau DVD lagi. Satu media yang mungkin adalah Harddisk dengan kapasitas sebesar itu. Itulah gambaran perkembangan yang ada dibalik pemutaran film di bioskop

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Saran & Kritik yg Membangun... OK!

Shalat Dhuha Terlengkap

Kali ini kita akan membahas tentang Doa Sholat Dhuha. Eh tidak hanya tentang doa sholat dhuha saja, saya juga di sini akan membahas tuntas s...